Selasa, 27 September 2016

2/4

Mungkin ini menjadi postingan yang cukup-agak-amat telat, hehehe, tapi rasanya sayang untuk melewatkan se-per-bagian salah satu moment penting bagi saya.

Beberapa jam setelah usai pengumuman ujian SOCA

Bulan Agustus lalu bagi kebanyakan mahasiswa se-angkatan saya, mungkin menjadi bulan liburan akhir semester 6, atau ada yang sudah kembali masuk di semester 7, atau ada yang sibuk mempersiapkan Kuliah Kerja Nyata, atau banyak lain-lainnya. Saya termasuk yang pertama. Ditambah belajar mandiri untuk mempersiapkan ujian SOCA di awal September.

Kalau kata senior-senior saya yang sudah pernah merasakannya,
"Proposal mah kalian gausah takut deh. SOCA tuh, baru."
"Diantara keempat ujian itu ya, SOCA paling susah, emang."
"Ya semoga aja dapet penguji yang baik ya di SOCA."

Untuk persiapan ujian SOCA itu saya belajar mandiri bukan berarti benar-benar hanya belajar seorang diri. Tiga teman saya di foto di atas, hanya beberapa dari orang yang belajar berjuang bersama-sama dari pagi hingga lewat tengah malam, dari rumah teman yang satu ke rumah teman satunya, dari kedai minuman bubble di samping minimarket ke tempat makan makanan Jepang. Tentunya diselingi obrolan-obrolan dan candaan-candaan receh, hehehe. Sayangnya memang tidak ada foto lengkap saya bersama mereka semua. Huhuhu.

Spesialnya SOCA. Baru di ujian SOCA ini rasanya, orang-orang menjadi ingin tahu seingin tahu nya setiap detail hal yang berhubungan dengan apa yang sudah dipelajari selama 3 tahun kebelakang. Orang-orang menjadi lebih tepat waktu solat, tidak seperti biasanya, he he, dan banyak menengadahkan tangannya berdoa untuk kelulusan ujiannya. 

Saya masih ingat betul. Ketika saya mengambil undian nomor kasus yang akan diujikan, tangan saya mencoba untuk tidak memperlihatkan gemetar yang sebenarnya ada, dan segera menandatangani absensi secepat mungkin agar gemetar itu tidak terlihat. Walaupun akhirnya, jadinya tanda tangan saya terlihat lebih keriting daripada biasanya. Ya itu saya, mencoba untuk terlihat tetap tenang, padahal dalam hati rasanya ingin meledak. Hehe berlebihan, ya. Sampai akhirnya, tanpa ada perasaan atau prasangka apa-apa sebelumnya, saya mendapatkan kasus dengan penguji yang Alhamdulillah mengantar saya pada hasil pengumuman lulus. Alhamdulillah:')

Ada sedikit cerita tentang teman saya.
Saat saya dan satu teman satu kloter ujian saya sudah keluar ruangan dengan kertas pengumuman di tangan, ada teman saya yang masih menunggu pengumuman. Belum pernah saya melihat mukanya sepucat itu. Dia pesimis, sangat-sangat pesimis, dengan hasil pengumuman yang akan diterimanya. Kasus yang didapatnya justru 1 kasus yang tidak terlalu ia pelajari dari 9 kasus lainnya yang lebih ia kuasai. Terlebih lagi, dosen penguji teman saya tersebut cukup terkenal "ketat" dalam memberi nilai. Saya dan satu teman saya yang berjalan melewatinya hanya bisa merangkul dan menenangkan. "Berdoa aja, Pink. Yang bisa lo lakuin sekarang kan cuma banyakin doa. Masih ada kemungkinan, kok." Tidak lama setelah itu, di ruang pengisian kuesioner, teman saya tadi masuk, lalu menempelkan kertas kuesioner didepan mukanya dengan tangis haru. "Baik banget, Dokternya. Gue lulus."

Tidak lama teman saya yang masih dalam satu kloter ujian, masuk juga dengan muka bahagia tapi juga bertanya-tanya. Bahagia tentunya karena hasil ujiannya lulus. Bertanya-tanya karena ketika ia baru keluar ruangan ujian ia bertanya pada Bapak petugas ruangan. "Pak, anak-anak yang kloter ini ada yang gak lulus gak?" "Ada, Dek. Itu, yang ruang 10." "Hah, Pak, jangan bercanda. Itu ruangan temen saya (teman saya yang tadi menangis haru)." "Loh, beneran kok, Dek"

*dan ternyata Bapak tersebut mengira teman saya yang menangis tadi karena menangis tidak lulus. Heu.*     

Intinya sih, pelajaran yang saya ambil dari segelintir cerita di atas. Kata-kata yang sudah lama juga pasti kalian sudah pernah dengar. Entah kalian menganut ini atau tidak, bahwa : Doa bisa mengalahkan segala kemungkinan yang terjadi. Keberuntungan bisa didapatkan dari seucap doa (dibarengi usaha, pastinya). Dan lagi-lagi dengan doa, kita dibuat mengingat untuk selalu membutuhkan bantuanNya.

Sekian.
Selamat datang penelitian.
Sampai jumpa OSCE dan skripsi.

Selasa, 30 Agustus 2016

Tulisan untuk Mama

Tanpa bermaksud mengubah topik utama, sebelumnya, sebenarnya ini agak absurd karena sekarang aku menulis blog dalam keadaan terkunci di kamar kost sendiri. Entah si besi lubang kuncinya yang mendingin sehingga sulit diputar dan kunci kamarku tidak bisa dicabut atau apa, yang jelas, teman-teman kost-an belum bangun. Mbak kostan, pun. Dan entah pertolongan bisa datang kapan.

...
 

Next ke topik utama. Spesial untuk yang berulang tahun hari ini.

Selain daripada sifatnya yang manja di antara kami bertiga, Mama juga merupakan sosok yang tangguh dan mandiri.

Berani untuk memutuskan bekerja sendiri jauh dari orang tua, adik, dan kakak, mama memulai pekerjaannya dan tinggal di Bekasi (yang saat itu masih minim fasilitas, terutama listrik) sejak beliau menginjak usia 20 tahun. Mama pernah bercerita, saat itu listrik masih sedikit. Ketika malam datang, semua gelap gulita. Jalanan masih tanah tanpa aspal. Saat musim hujan datang, tanah licin dimana-mana. Bidan masih sangat jarang. Jarak berkilo-kilo meter pun harus ditempuh untuk menolong ibu melahirkan.    

Jauh sekali berbeda dengan keadaanku di usia 20, bahkan 21, sekarang.

Singkat cerita, selang beberapa waktu, di usia ke 21, kalau tidak salah. Mama bertemu dengan Babah (panggilan ku untuk Papa/Ayah). Tidak berlama-lama saling mengenal satu sama lain, mereka menikah. Kalau kata tanteku, mungkin itu sebagai alasan mamaku membutuhkan seseorang untuk menjaganya. Ya, mungkin benar. Selang satu tahun setelah pernikahan, Mama mengandung anak pertamanya, yang tidak lain adalah aku, dan melahirkan di usia ke 23.

Tahun demi tahun berlalu. Hingga saatnya aku memasuki SD, aku tinggal di rumah nenek di dan bersekolah disana selama 2 tahun lamanya. Alasan mengapa aku bersekolah disana ketika itu sedikit tidak biasa. Karena SD incaranku di Bekasi sudah lewat masa pendaftarannya. Dan keluargaku memutuskan untuk menyekolahkanku di SD islam swasta di Tasikmalaya. Kedua orang tuaku tidak menitipkan ku begitu saja, Setiap 2 minggu sekali mereka datang menemuiku, kadang membawakanku majalah anak-anak (yang aku ingat saat itu ada profil biodataku di salah satu majalah yang dibelikan mama secara tidak sengaja). Perjalanan Bekasi-Tasikmalaya saat itu juga tidak semudah sekarang. Dulu belum ada Cipularang. Tapi demi menemuiku, jarak bagi mereka jadi tak apa.

Hingga aku kelas 3 SD, sebuah jawaban "Iya" atas pertanyaan mama yang menanyakanku apakah aku mau pindah atau tidak, membuatku melanjutkan bersekolah di Bekasi. Kebersamaan kami berada dalam satu atap rumah berlangsung hingga aku kelas 5 SD. Karena setelah itu aku dan kedua orang tuaku tinggal di rumah yang berbeda. Begitu pun SMA, Tahun pertama dan terakhir aku lebih memilih untuk tinggal di rumah kost dekat SMA (karena jarak rumah dan SMA ku yang cukup jauh & merupakan jalur macet). Dan lulus dari SMA, saat kuliah sampai sekarang ini, aku juga memilih untuk tinggal kost yang letaknya dekat kampus. Untungnya, karena aku berkuliah di Jakarta, yang dekat dengan Bekasi, setidaknya satu atau dua minggu sekali aku bisa bertemu dengan kedua orang tuaku. Tidak ada apa-apanya dengan teman-temanku yang merantau ke luar kota. Ataupun mereka yang merantau dari luar kota bahkan luar pulau, untuk berkuliah di Jakarta.
 
Berbicara tentang mama, masih ada beberapa memori masa kecil yang aku ingat. Dari mulai mama yang saat umurku tiga tahun mengajariku membaca sampai aku menangis dimarahinya karena ada suatu waktu aku susah membaca suatu kata. Mama yang mengajariku menulis huruf bersambung sambil mengatakan "Kaya gini ya, nak. Tebal...tipis...tebal...tipis" Mama yang yang selalu menemaniku belajar disaat hari esok ada ulangan harian dengan mengetesku dengan materi yang dipegangnya sedang aku menjawab soal-soal yang diberikannya. Hingga aku yang dulu sangat malu, akhirnya mau mulai berbagi cerita dengan mama tentang orang-orang "terdekat" hingga yang sudah tidak lagi "dekat".
  
Berhadapan dengan jarak sudah jadi hal yang tidak biasa bagi aku dan mereka. Tapi tahun ini, di hari ulang tahun mama, jarak cukup hanya mengingatkan kami masing-masing bertiga tanpa dapat bertemu dalam suatu perayaan seperti tahun-tahun sebelumnya. Rindu itu sudah pasti.




Teruntuk Mamaku sayang, selamat ulang tahun. 
Tanpa diminta, doa sudah pasti menjadi hadiah yang akan kuberikan setiap hari.
Apalagi yang aku harap kalau bukan kesehatan, kebahagiaan, dan kebaikan untuk Mama.
Selain dari pada kesehatan, kebahagiaan, dan kebaikan untuk Babah, dan juga diriku sendiri. 



Dari
Anak mama
Semata wayang

Selasa, 26 Juli 2016

Sendiri

Saya lupa kapan terakhir kali
Terakhir sebelum hari ini
Saat jiwa dan lingkungan tidak serasi
Saat perbedaan terlalu terasa disana sini
Saat diri tidak dapat lagi memberi toleransi

Ada baiknya
Sesaat saya
Sendiri

Jumat, 17 Juni 2016

1/4

Ini tentang euforia kecil setelah kelulusan ujian proposal skripsi yang saya lewati 2 hari yang lalu. Jika hari-hari sebelumnya saya harus bolak-balik hampir setiap hari atau dua hari sekali untuk bertemu dosen pembimbing. Atau malam-malam sebelumnya (terutama malam sehari sebelum deadline pengumpulan) yang mengharuskan mata tetap terjaga sampai pagi buta untuk terus memastikan daftar pustaka. Setidaknya 15 Juni 2016 lalu telah menjadi hari yang membuat saya tersenyum seusai keluar membuka pintu ruang ujian. Hehehe.

Iya ini memang masih belum apa-apa. Salah satu teman saya juga katakan, "Baru S ya. K-E-D nya belum hehehe." Tapi siapa tidak senang setidaknya ada beberapa hari ini untuk bernapas lega, sebelum hari dan malan akan kembali mengejar dan mendesak sampai hari di ujian selanjutnya tiba.
   
Dan untuk kelulusan kalian para teman-teman.  
Selamat!:)
Ternyata gini ya rasanya pertama kali ujian proposal beneran. Rasanya pertama kali masuk ruang KKD lantai dasar. 

Oke dan dibawah ini saya bagikan beberapa gambar euforia kecil itu.

Atas-bawah putih-item lagi setelah terakhir kali putih-item sebagai maba sekitar 2 hampir 3 tahun lalu
Raihana Haifa Sopa. Temen seper-begadangan-an di H-deadline pengumpulan
My twinny, Sarah Shadiqa. Hahaha iyuwh ya Sar dibilang twinny
Nadira (tengah), skripsi partnerku partner kerjasama saling jagain pintu access card lantai 5 & sama-sama naq kesayangan dr. Sutopo:') pastinya & Amelia (kiri) yang sama-sama ujian Rabu kemarin hihihi


Kanan-kiri : Rabit-Pinka-Ifa-Nadya-Dira-Amel-Nenny-Rizzy-Sarah.
Hem tinggi sayap kanan-kiri disini agak gak adil ya keliatannya hem ckckck


Kosan mate.
Atas kanan-kiri : Felda-Yanti-Widya-Nadya-Ana-Eka-Efi-Maya-Kak Wid
Bawah kanan-kiri : Pita-Ifa-Ria-Noca-Mia

Rabu, 11 Mei 2016

Sirkadian






dan sedikit rasa kuatir akan perubahan siklus sirkadian.

Minggu, 08 Mei 2016

5.28

5.28

Dan cahaya bola-bola lampu
yang temaramnya mulai tergantikan dengan fajar yang mulai benderang

Dan lagu satu persatu
yang kadang kala menenangkan
namun kadang kala mengaburkan pikiran
baiknya sejenak ini tak dulu ku mainkan
karena kicau burung dini hari adalah kedamaian

Dan pikir tentangnya
tak lama lagi akan tenggelam
dalam lelap mata yang kini mulai ingin terlelap 

Selasa, 26 April 2016

Selamat datang 21!

Kebanyakan orang mempunyai antusiasme tersendiri terhadap satu hari yang adanya satu kali dalam setahun. Satu hari yang spesial. Satu hari bertambahnya satu angka di belakang usia.

Bukan soal bau manis cake cokelat ataupun balon merah, kuning, kelabu, hijau muda, dan biru. Bukan juga soal seloyang pizza dengan lilin-lilin diatasnya ataupun kertas segitiga berantai dengan berbagai corak berwarna-warni. Bukan pula tepuk tangan dan nyanyian riuh tuk memeriahkan hari.  

Lebih dari sekedar itu. Layaknya peringatan tanggal 1 Januari ataupun 1 Hijriyah yang sering saya sinambungkan dengan evaluasi diri. Pun layaknya hari ini. Yang sudah beberapa tahun ke belakang ini. Selalu mengingatkan saya atas kebaikan maupun keburukan yang menjadi amal saya setahun ke belakang. Biar saja. Biar saya belajar.

Lebih dari sekedar itu. Yang kadang membuat saya haru. Saat doa-doa tulus yang mereka ucap maupun mereka tulis dalam secarik kertas. Ataupun mereka ketik dalam satu maupun bertubi-tubi pesan teks. Sesederhana doa "semoga sehat selalu" atau "semoga lebih baik" bahkan sesederhana "semoga sukses ujiannya". Satu pasti. Ada aamiin yang saya ucap sesudahnya.

Ah. Rasanya cepat sekali 24 jam dalam 25 April ini berlalu. Biar kita lihat.

Dapatkah saya bertemu kembali dengan 25 April di usia yang baru?

Jumat, 01 April 2016

Menghilang

Pikir yang terkadang
Rasa ku ingin menghilang
 
Tidak masalah jika aku
Lebur menyatu dengan abu
Lenyap habis dimakan waktu
Asal kamu tak lagi di pandangku

Atau bagaimana
Jika kamu saja yang menghilang?
Biar kamu saja yang lebur bersama abu menjadi satu?
Atau lenyap habis dimakan waktu

Biar kamu tak lagi di pandangku

Minggu, 06 Maret 2016

Itukah kamu?

Di suatu senja
Di penghujung hari
Duduk ia sendiri
Menunggu hujan yang tiada henti
Malah semakin menjadi
Pikirnya membawa pergi

Risau dan sepi
Ia tak tahu darimana asalnya ini

Rasa rindu
Itukah kamu?

Rabu, 02 Maret 2016

Sekilas tentang Negeri Jiran

Sekilas tentang Negeri Jiran
Dengan taksi tua dan berbagai macam ras supir yang mengendarainya
Dengan kereta bawah tanah dan kecepatan perjalanannya
Dengan bus umum yang siap mengantar ke setiap penjuru kota

Soal musik dan tayangan televisi
Masih lebih baik negeri sendiri
Wisata dan kekayaan alam apalagi

Lebihnya mereka
Kendaraan tidak se semrawut di Jakarta
Sampah berserakan juga hampir tidak terlihat dimana-mana

Tetapi bagaimana pun
Indonesia tetap tanah air saya

Ini hanya sekilas tentang Negeri Jiran
Dengan terik mataharinya
Indah langit biru dengan awan putih yang berjalan
Juga taburan bintang disaat malam

Sabtu, 20 Februari 2016

Review : Memulai Kembali - Monita Tahalea

Kira-kira 2 hari yang lalu, secara tidak sengaja saya menemukan video satu ini di beranda youtube. Karena tertarik untuk mendengarnya, saya pun membuka video klip lagu tersebut. Dan pertama kali mendengar lagu ini, saya suka.

Jika mengartikan arti lagu ini dari videonya, saya tidak bisa banyak mengartikan, karena video ini sendiri lebih menonjolkan latar alam dibandingkan cerita orang di dalamnya. Pantainya bagus banget, by the way. Tapi jika mendengar liriknya, hem saya juga tidak mengerti secara keseluruhan, sih. Hehe. Tapi yang saya pikirkan adalah lagu ini bercerita tentang seseorang yang ingin memulai sesuatu yang baru setelah ia menyadari bahwa cerita di masa lalunya tidak bisa kembali. Mungkin bisa dibilang move on (?) hahaha ya intinya sih kurang lebih seperti itu. Tapi arti dari lirik lagunya sendiri masih sangat bersifat universal menurut saya. Dan kembali lagi, arti dari sebuah lagu bisa berbeda dilihat dari sudut pandang masing-masing individu.

Nah, bagi kalian penikmat lagu-lagu tenang, Memulai Kembali-Monita Tahalea ini bisa menjadi salah satu rekomendasi lagu yang saya berikan.  

So, check this one out! :)


Matahari sudah di penghujung petang
Kulepas hari dan sebuah kisah
Tentang angan pilu yang dahulu melingkupiku
Sejak saat itu langit senja tak lagi sama

Sebuah janji terbentang di langit biru
Janji yang datang bersama pelangi
Angan-angan pilupun perlahan-lahan menghilang
Dan kabut sendupun berganti menjadi rindu

 Aku mencari
Aku berjalan
Aku menunggu
Aku melangkah pergi
Kaupun tak lagi kembali

Dan ku kan memulai kembali

Jumat, 01 Januari 2016

Akhir, Sebelum Awal

Menarik bagi saya tentang fase hidup ini yang tidak ada habisnya. Tidak usah dulu jauh-jauh berpikir. Pada saat masih sekolah saja, misalnya. Tamat SD, lanjut SMP. Tamat SMP, lanjut SMA. Tamat SMA, dengan merasa diri kita lebih tahu dan senior dibanding adik-adik kelas kita, nyatanya kita kembali lagi ke tahun pertama di perguruan tinggi sebagai junior (lagi). Begitu seterusnya. Menikah pun menjadi awal hidup baru karena berakhirnya masa pacaran, bukan? Maksud saya disini, kita seringkali menyebutkan awal masuk sekolah, awal pernikahan, atau awal-awal lainnya sebagai suatu awal, padahal awal itu bisa ada karena diakhirinya sebuah akhir.

Moment-moment "akhir, sebelum awal" inilah yang biasanya digunakan sebagai waktu untuk pengharapan lebih baik, umumnya. Salah satu dari moment itu adalah hari ini. Atau lebih tepatnya beberapa jam yang lalu, karena saat ini jam sudah menunjukkan hampir pukul 2 pagi. Moment pergantian tahun 2015 menjadi 2016. Bukan hal yang anti mainstream tentang manusia dengan segala resolusinya menyambut tahun baru. Karena saya juga begitu.

Berbicara ke belakang tentang 2015. Setiap orang pasti punya ceritanya masing-masing, ya? Cerita yang membuat tersenyum malu, tersenyum bahagia, sampai menahan senyum saja rasannya tidak cukup, melainkan tertawa, tertawa yang terpingkal-pingkal. Yaa, walaupun ada juga cerita yang jika diingat hanya membuat tersenyum pilu, yang karenanya kita pernah dibuat menangis tersedu-sedu. Tapi ya hidup memang sepahit dan semanis itu, bukan?   

Perbanyak bersyukur. Salah satu pelajaran berarti yang saya dapatkan di tahun 2015. Karena dengan bersyukur, mau itu pahit atau manis, setidaknya kita masih diizinkan untuk dapat tersenyum.

Ada satu lagi. Kurangi mengeluh. Ya kembali lagi, untuk apa kita mengeluh selama kita masih memiliki banyak hal yang patut disyukuri? 

Berbicara ke depan tentang 2016. Setiap orang (mungkin) punya harapannya masing-masing, ya? Harapan untuk memiliki cerita yang lebih banyak membuat tersenyum bahagianya daripada tersenyum pilunya, tentu. Tapi ya hidup tidak akan mengajarkan kita lebih kuat jika selalu manis, bukan?

Hidup adalah tentang apa yang kamu berikan dan apa yang kamu dapatkan. Dari apa yang saya berikan, saya mendapatkan cerita dan pelajaran. Itu yang saya tahu saat ini. Entah cerita dan pelajaran apa yang akan saya dapatkan nanti, tapi yang saya tahu, tantangan yang lebih berat sudah siap menanti. Jadi, bersiaplah dan hadapi.

#Notes : Part III

Hehe. Belum sempat aku tulis part III yang seharusnya aku ceritakan sebelum-sebelumnya. Tapi, sepertinya cerita kali ini sudah seharusnya ak...