Selasa, 30 Agustus 2016

Tulisan untuk Mama

Tanpa bermaksud mengubah topik utama, sebelumnya, sebenarnya ini agak absurd karena sekarang aku menulis blog dalam keadaan terkunci di kamar kost sendiri. Entah si besi lubang kuncinya yang mendingin sehingga sulit diputar dan kunci kamarku tidak bisa dicabut atau apa, yang jelas, teman-teman kost-an belum bangun. Mbak kostan, pun. Dan entah pertolongan bisa datang kapan.

...
 

Next ke topik utama. Spesial untuk yang berulang tahun hari ini.

Selain daripada sifatnya yang manja di antara kami bertiga, Mama juga merupakan sosok yang tangguh dan mandiri.

Berani untuk memutuskan bekerja sendiri jauh dari orang tua, adik, dan kakak, mama memulai pekerjaannya dan tinggal di Bekasi (yang saat itu masih minim fasilitas, terutama listrik) sejak beliau menginjak usia 20 tahun. Mama pernah bercerita, saat itu listrik masih sedikit. Ketika malam datang, semua gelap gulita. Jalanan masih tanah tanpa aspal. Saat musim hujan datang, tanah licin dimana-mana. Bidan masih sangat jarang. Jarak berkilo-kilo meter pun harus ditempuh untuk menolong ibu melahirkan.    

Jauh sekali berbeda dengan keadaanku di usia 20, bahkan 21, sekarang.

Singkat cerita, selang beberapa waktu, di usia ke 21, kalau tidak salah. Mama bertemu dengan Babah (panggilan ku untuk Papa/Ayah). Tidak berlama-lama saling mengenal satu sama lain, mereka menikah. Kalau kata tanteku, mungkin itu sebagai alasan mamaku membutuhkan seseorang untuk menjaganya. Ya, mungkin benar. Selang satu tahun setelah pernikahan, Mama mengandung anak pertamanya, yang tidak lain adalah aku, dan melahirkan di usia ke 23.

Tahun demi tahun berlalu. Hingga saatnya aku memasuki SD, aku tinggal di rumah nenek di dan bersekolah disana selama 2 tahun lamanya. Alasan mengapa aku bersekolah disana ketika itu sedikit tidak biasa. Karena SD incaranku di Bekasi sudah lewat masa pendaftarannya. Dan keluargaku memutuskan untuk menyekolahkanku di SD islam swasta di Tasikmalaya. Kedua orang tuaku tidak menitipkan ku begitu saja, Setiap 2 minggu sekali mereka datang menemuiku, kadang membawakanku majalah anak-anak (yang aku ingat saat itu ada profil biodataku di salah satu majalah yang dibelikan mama secara tidak sengaja). Perjalanan Bekasi-Tasikmalaya saat itu juga tidak semudah sekarang. Dulu belum ada Cipularang. Tapi demi menemuiku, jarak bagi mereka jadi tak apa.

Hingga aku kelas 3 SD, sebuah jawaban "Iya" atas pertanyaan mama yang menanyakanku apakah aku mau pindah atau tidak, membuatku melanjutkan bersekolah di Bekasi. Kebersamaan kami berada dalam satu atap rumah berlangsung hingga aku kelas 5 SD. Karena setelah itu aku dan kedua orang tuaku tinggal di rumah yang berbeda. Begitu pun SMA, Tahun pertama dan terakhir aku lebih memilih untuk tinggal di rumah kost dekat SMA (karena jarak rumah dan SMA ku yang cukup jauh & merupakan jalur macet). Dan lulus dari SMA, saat kuliah sampai sekarang ini, aku juga memilih untuk tinggal kost yang letaknya dekat kampus. Untungnya, karena aku berkuliah di Jakarta, yang dekat dengan Bekasi, setidaknya satu atau dua minggu sekali aku bisa bertemu dengan kedua orang tuaku. Tidak ada apa-apanya dengan teman-temanku yang merantau ke luar kota. Ataupun mereka yang merantau dari luar kota bahkan luar pulau, untuk berkuliah di Jakarta.
 
Berbicara tentang mama, masih ada beberapa memori masa kecil yang aku ingat. Dari mulai mama yang saat umurku tiga tahun mengajariku membaca sampai aku menangis dimarahinya karena ada suatu waktu aku susah membaca suatu kata. Mama yang mengajariku menulis huruf bersambung sambil mengatakan "Kaya gini ya, nak. Tebal...tipis...tebal...tipis" Mama yang yang selalu menemaniku belajar disaat hari esok ada ulangan harian dengan mengetesku dengan materi yang dipegangnya sedang aku menjawab soal-soal yang diberikannya. Hingga aku yang dulu sangat malu, akhirnya mau mulai berbagi cerita dengan mama tentang orang-orang "terdekat" hingga yang sudah tidak lagi "dekat".
  
Berhadapan dengan jarak sudah jadi hal yang tidak biasa bagi aku dan mereka. Tapi tahun ini, di hari ulang tahun mama, jarak cukup hanya mengingatkan kami masing-masing bertiga tanpa dapat bertemu dalam suatu perayaan seperti tahun-tahun sebelumnya. Rindu itu sudah pasti.




Teruntuk Mamaku sayang, selamat ulang tahun. 
Tanpa diminta, doa sudah pasti menjadi hadiah yang akan kuberikan setiap hari.
Apalagi yang aku harap kalau bukan kesehatan, kebahagiaan, dan kebaikan untuk Mama.
Selain dari pada kesehatan, kebahagiaan, dan kebaikan untuk Babah, dan juga diriku sendiri. 



Dari
Anak mama
Semata wayang

#Notes : Part III

Hehe. Belum sempat aku tulis part III yang seharusnya aku ceritakan sebelum-sebelumnya. Tapi, sepertinya cerita kali ini sudah seharusnya ak...