Sabtu, 24 Maret 2018

Suatu Hari di Poli #1

Hai! Lama juga saya tidak memposting tulisan di blog. Sekedar update kabar, saat ini saya sedang menjalani kepaniteraan klinik ilmu bedah di salah satu RS di Jakarta. Minggu kelima dari total 10 minggu. Di tempat saya koas kali ini, ada 4 divisi  beda yang dirolling tiap 2 minggunya: bedah umum, ortopedi, urologi, dan bedah saraf. 

Hari ini hari terakhir saya ditempatkan di bedah saraf. Ada 2 hal yang saya senangi ketika mengikuti poli hari ini. FYI, poli bedah saraf ini hanya ada satu minggu sekali yaitu hari Sabtu, jadi ini kali pertama saya benar-benar mengikuti poli bedah saraf karena Sabtu lalu tanggal merah jadi poli libur.
Kesatu, Koasnya bisa duduk manis aja di samping konsulen (dokter spesialis), ga sehectic dan sepegel bedah umum yang ga dapet kursi, hehe. Kedua, konsulen saya di bedah saraf ini sangat baik dalam menyampaikan penjelasan dan edukasi kepada pasien sehingga saya yang  disampingnya juga bisa sambil belajar banyak hal. 

Pasien pertama. Perempuan, usia sekitar 40 tahunan. Saya mengikuti perkembangan beliau dari sebelum operasi pengangkatan batok kepala karena tumor otak yang didiagnosa dari hasil CT scannya. Pertama saya bertemu ibu ini, sama sekali tidak terlihat kalau ibu ini menderita penyakit seberat tumor otak. Bahkan ibu ini terlihat sehat-sehat saja. Ternyata keluhan ibu ini pandangan buram, dimana keluhan ini bisa terjadi saat tumor tersebut sudah mendesak saraf penglihatannya. Tiap saya datang memanggil namanya, ibu ini akan menjawab dengan ramah. Selalu mengucapkan terimakasih. Pokoknya segala hal kebaikan dapat saya rasakan dari ibu ini. Saya juga mengikuti saat ibu ini dioperasi. Saat tumor di otaknya berhasil diidentifikasi, wajah kecewa terlihat dari konsulen bedah saraf saya. Beliau mengatakan bahwa tumor tersebut menunjukkan tanda-tanda keganasan walaupun untuk membuktikan jinak atau ganasnya harus diperiksa lebih lanjut di laboratorium. Hari tadi, ibu itu datang ke poli untuk dibacakan hasil pemeriksaan jaringan tumor yang sudah diambil beberapa hari lalu. Baru kali ini sepertinya saya ikut takut dalam mengetahui hasil pemeriksaan pasien yang sebenarnya dia bukan keluarga saya, bukan teman saya juga. Konsulen saya bernapas lega ketika pertama membaca hasil pemeriksaan jaringan tumor ibu ini. Astrositoma grade II, hasilnya. "Alhamdulillah ya, Ibu. Tumornya tidak seganas yang saya kira.'' Tapi masih ada pertanyaan dalam pikir saya. Bukankah astrositoma itu tumor tipe sel di otak yang cukup ganas juga? Dan akhirnya beliau menjelaskan kepada saya bahwa grading dari tumor ini masih bisa memungkinkan pasien ini dapat bertahan hidup setidaknya 3 tahun kedepan. Jika sudah memasuki grade III, barulah itu yang dikuatirkan, karena usia harapan hidupnya yang hanya 1 tahun. 

Pasien kedua. Laki-laki, anak-anak, masih usia 11 tahun. Dengan craniopharyngoma. Awalnya saya tidak mengerti itu apa. Hehe, jujur belum baca, maklum dek koas. Anak ini diantar oleh ibu dan bapaknya. Raut lemas terlihat dari bapak anak ini. Beliau sempat bertanya apakah ada cara lain selain operasi untuk menangani penyakit anaknya. Tetapi jawabannya hanya satu. Tidak ada. Yang membuat saya hampir tidak bisa menahan untuk menitikkan air mata, ketika konsulen saya menjelaskan bahwa risiko setiap operasi apalagi operasi di kepala adalah meninggal. Anak itu kaget. Dia sedih. Dia ingin menangis. Tapi ibunya disampingnya langsung menenangkannya. "Abang gapapa, jangan nangis, kan mau disembuhin." Rasanya tenggorakan saya tercekat, iba melihat ibu dari anak itu yang begitu tegar padahal dari matanya sudah berkaca-kaca, tapi ia selalu berhasil menahan air matanya.

Ini hanya cerita yang ingin saya bagi saja karena begitu banyaknya hal yang seharusnya kita syukuri. Bahwa kesehatan itu tak terhingga harganya. Bahwa banyak orang diluar sana yang meminta untuk diperpanjang usia harapan hidupnya. Bahwa banyak orang disana yang tidak tahu alasan mengapa mereka yang harus menjadi orang-orang pilihan unuk diberikan cobaan. Dan semangatlah untuk kita yang masih diberikan kesehatan. Karena bahkan orang diluar sana yang dapat diprediksi angka sisa waktu hidupnya, masih bisa berlaku baik kepada sesama. Masih bisa tersenyum dan membuat orang lain di sekitarnya ikut tersenyum. 

#Notes : Part III

Hehe. Belum sempat aku tulis part III yang seharusnya aku ceritakan sebelum-sebelumnya. Tapi, sepertinya cerita kali ini sudah seharusnya ak...